Manusia di lahirkan sebagai makhluk yang tak lepas dari
ketergantungan, yang di sebut dengan istilah makhluk sosial.
Hidup manusia tak tentu kadang di atas dan kadang di bawah,
namun itu semua adalah proses kehidupan dan manusia tidak bisa mengelak darinya.
Manusia hanya bisa berusaha agar dirinya tidak terjerumus
terus menerus ketika mereka berada di bawah, oleh karena itu manusia di berikan
tuhan sebuah karunia yang sangat berharga yaitu sebuah akal dan fikiran yang
akan membantu manusia melakukan sesuatu dengan baik dan benar.
Tak bisa di pungkiri bahwa manusia adalah makluk yang lemah,
dengan begitu satu di antara mereka tidak akan bisa melakukan suatu hal yang
hanya bisa di lakukan oleh beberapa orang.
Terkadang hidup ini memang tidak sesuai dengan yang kita
harapkan, hidup kadang menyenangkan kadang menyedihkan bahkan kejam, dan
lagi-lagi manusia hanya bisa berharap dan berusaha apa yang bisa ia lakukan,
mereka tidak bisa mengubah nasip secara spontan, mereka harus menunggu dan
menunggu yang di sertai dengan ikhtiar.
Aku masih ingat cerita itu….
“…..” termenung dalam sepi menjadikannya berbeda dengan
dirinya yang sebelumya
“hidup memang tak adil, hidup ini kejam” dalam benaknya
hanya memikirkan kejadian itu
“memang hidup ini kejam, tapi itulah realita, dan kita harus
bisa menerimanya dengan sikap dewasa”
“kau tak tau apa yang sedang aku hadapi”
“memang aku tak tau apa yang kau hadapi, tapi berputus asa
seperti itu bukanlah sebuah solusi”
“aku tau itu, dan aku sudah melakukan semuanya tapi hasilya…
tak ada bedanya”
“tapi”
“tidak…!!!”
“bisakah kau diam untuk beberapa waktu?, kepalaku
rasa-rasanya ingin pecah menampung semua nasehatamu!!!”
Ya dia memang sedang ingin sendiri merenungi nasip, tapi ada
sesuatu yang mendorong temannya untuk terus berusaha membangkitkan semangat
hidupnya
Dengan suara lirih dan sopan mulut itu memberikan sebuah
cocotan nasehat kepadanya
“aku tidak bisa diam, ketika temanku membutuhkan sebuah
dorongan semangat untuk terus berusaha”
“aku bilang cukup” sambil meneteskan airmata yang membelah
pipinya, dan ia langsung berpaling dari temannya
“janganlah kau berpaling dariku, kau membutuhkan seorang
teman….”
“aku masih ingin sendiri”
“aku akan terus ngoceh, sebelum kau benar-benar merubah
sikapmu yang pasif itu!”
“….” Dia hanya terdiam dan tidak memperdulikan perkataan
temannya dan langsung melangkah hendak meninggalkan temannya.
Sambil menarik tubuhnya kembali temannya itu berkata “aku
berbicara denganmu”
“aku ingin sendiri, jadi tolong pulanglah dan tinggalkan aku
disini sendiri aku mohon”
“aku tak bisa meninggalkanmu, kau butuh teman, kau butuh
orang untuk membantumu menyelesaikan masalahmu, dan aku bersedia membantumu”
Dengan nada pelan sambil mengusap air mata dia menolaknya
“aku berterima kasih atas simpatimu terhadapku, tapi aku tak membutuhkannya”
“jangan berlagak menjadi orang yang kuat, manusia itu makhluk
yang lemah kau butuh teman…”
Dengan tatapan yang diarahkan kepada temannya dengan tatapan
yang tajam sembari berkata “memang manusia adalah makhluk yang lemah, tapi
kadang manusia membutuhkan kesendirian”
“tapi bukan begini caranya…!!, diam saja tidak akan
menyelesaikan masalah, kau harus bangkit dan merubah sikapmu itu.. kau harus
terus berusaha hingga kau merasakan bahwa kau masih di berikan kehidupan untuk
menyelesaikannya!!”
“kita hanya di beri oleh tuhan satu nyawa” ia langsung
memalingkan wajahya dan mengalihkan perhatiannya pada bintang-bintang yang
bertaburan di langit malam
“ya itu benar, tapi tuhan memberikan kepada kita lebih dari
satu juta kesempatan..”
Ia langsung menoleh dan kali ini ekspresi wajahnya serius
dan tatapannya tajam
“pulanglah….aku masih ingin sendiri”
“tapi…”
“kumohon…”
Dan dia akhirnya ditinggal sendiri di sebuah bangku
dipinggir jalan yang di soroti oleh lampu dari atasnya.
Sunyi malam merasuk dalam pikirannya, dingin angin yang
berhembus pelan menusuk tulang, dan kaki basah oleh embun yang tak disadari
telah menampakkan dirinya.
Semburat fajar menerangi ufuk timur, lantunan indah dari
corong masjid membangunkan orang-orang dari tidurnya untuk bersegera menuju
tempat dimana mereka akan bercengkrama dengan tuhannya.
Langkah kaki berderap mendekati dia dari ujung jalan yang
masih remang,
“ayo kita pulang” sambil menepuk bahunya dan dengan nada
memohon
“kau…?”
“jika kau masih berfikir hidup itu tak adil, maka akan lebih
tak adil lagi jika kau memaksakan dirimu untuk diam seperti ini sedangkan
batinmu berteriak, memohon padamu untuk terus berusaha, melakukan lebih dari
apa yang sudah kau lakukan sebelumnya”
“ja…”
“jangan berlagak kuat, di dunia ini tak hanya kau saja yang
mengalami nasib yang sama denganmu, tapi ada ribuan bahkan jutaan orang yang
mengalami nasib yang sama denganmu, jadi bertindaklah bijaksana karena batinmu
sedang berteriak memohon kepadamu”Sambil menarik tangannya yang dingin seraya
mengajaknya untuk kembali
“kau tak mengerti dan tak akan pernah mengerti persoalanku…”
sambil menepis tangan temannya itu
“hhh….” Sambil menarik nafas panjang seraya berkata “mungkin
aku tak mengerti apa persoalanmu dan mungkin aku tak akan pernah mengerti apa
persoalanmu itu, tapi…”
“tapi apa….!?”
Sambil mengarahkan pandangan mata kearahnya dia menjawab
“tapi, setidaknya aku bisa merasakan apa yang kau rasakan walaupun hanya
sedikit, aku sedih tak rela, ketika batinmu berteriak memohon kepadamu untuk
merubah sikapmu, sedangkan kau malah berpaling dan tak mau mendengarnya “
“bagaimana kau tau batinku berteriak..? kau bukan tuhan!!!”
“aku memang bukan tuhan dan aku juga bukan paranormal aku
bukan orang indigo dan aku bukan seorang dukun, tapi aku tau karna kau yang
memberitahuku, jangan paksakan dirimu hanyut dalam kesedihan karna itu tidak
benar dan kau akan hancur karenanya, aku tau kau orang yang kuat dan aku yakin
kau akan menemukan jalan keluar, tapi aku yakin bukan seperti itu caranya”
“sudah ku katakan padamu, perkataanmu membuat kepalaku
serasa akan pecah, nasehatmu tidak akan menyelesaikan masalah, aku butuh
tindakan yang real..”
“apakah sikap diammu itu adalah tindakan real yang kau
maksudkan?.., “
Dia diam dengan tatapan kosong, dan meneteskan air mata untuk
kedua kalinya
“jika itu yang kau inginkan, menangislah sampai kau tak bisa
lagi mengeluarkan air mata hingga kau sadar bahwa yang kau lakukan adalah
sebuah kesalahan,” sambil memalingkan wajah darinya dan menatap pancaran cahaya
di ufuk timur, temannya berkata “tahukah kau wahai sahabatku….”
Dia kaget mendengar perkataan temannya itu dan merasa ingin
mendengarnya
“tahukah kau bahwa kau bukan satu-satunya orang yang
mempunyai masalah di dunia ini, dan bukan saatnya lagi kita merenungi masalah kita,
tapi sekarang adalah saatnya kita bertindak dan berusaha untuk
menyelesaikannya”
“tapi aku tak sanggup…”
“tuhan tidak akan menimpakan sebuah beban yang hambanya
sendiri tak mampu memikulnya”
Sinar mentari mulai menampakkan keindahannya, orang-orang mulai
berlalu lalang mencari sepucuk barakah yang di bawa oleh para malaikat yang di
utus tuhannya untuk memberikan rizki kepada hambanya.
“lihatlah orang-orang
itu, aku yakin mereka memilliki masalah dan aku yakin mereka pernah mengalami
masa yang suram dalam hidupnya, tapi mereka tidak pernah menyerah mereka selalu
berusaha dan terus berusaha hingga akhirnya mereka menemukan seberkas cahaya
dalam kegelapan yang membimbingya menemukan jalan keluar, mereka yakin pasti
ada sebuah keajaiban”
“keajaiban tidak akan pernah manjumpaiku”
“keajaiban hanya akan datang kepada mereka yang berusaha
mencarinya, maka carilah ia dengan berusaha sekeras mungkin hingga kau dapat
menjumpainya”
“aku tidak memercayai hal itu”
“kau boleh saja tidak percaya akan sebuah keajaiban, tapi
suatu saat kau pasti akan merasakannya”
Matahari semakin tinggi menampakkan keperkasaannya, pancaran
sinar hangatnya membuat tetesan embun tak kuasa menahan dirinya untuk segera
menguap dan terbang menjauhi asalnya
Dengan nada yang rendah namun terdengar menekan di sertai
dengan langkah meninggalkan temannya dia menepis perkataan itu “aku tidak bisa
melakukan hal itu” dan itu merupakan kata-kata terakhir di pagi itu
Dengan tak memalingkan wajah kepada temannya dan tidak
memberikan perkataan pamit, dia meninggalkan temannya dan menuju kediamannya.
Dengan rasa kecewa ali, ya… Ali, temannya bernama “ali” juga
meninggalkan tempat itu dan ia berkata pada dirinya sendiri ini bukan yang
terakhir, aku akan terus berusaha meyakinkannya.
Waktu berlalu, Matahari mulai meninggi, dan orang-orang pun
berlindung dari keperkasaannya. Ali berjalan menyusuri jalan di bawah
keperkasaan sang surya yang menyengat ubun-ubunnya menuju sebuah komplek
perumahan yang kumuh dan kotor, anjing-anjing berkeliaran mencari seonggok daging
dan tulang yang di buang oleh tuannya, tak ada tumbuhan yang hidup dengan
subur, orang-orang mengandalkan sampah-sampah yang berserakan di berbagai
tempat yang kemudian memilihnya dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan perut
keluarga mereka. Ya, komplek itu merupakan komplek pembuangan sampah dari warga
yang berada jauh dari sana, dari tempat dimana orang-orang dengan mudah
mengakses hidupnya.
Luqman namanya, ya dialah orang yang selama ini diam dan
frustasi terhadap masalah yang sedang di hadapinya, dan kerumahnyalah tujuan
ali datang ke komplek yang kumuh itu
“apa kau masih tidak berubah?” kata ali langsung kepada
luqman yang masih terdiam duduk di atas sofa dalam rumahnya tanpa mengucap
salam terlebih dahulu
“kenapa kau datang kemari..?”
“sudah ku katakan sebelumnya, aku akan selalu menemanimu
karna aku tau kau butuh kehadiran seorang teman” jawab ali
Sunyi sepi rumah luqman ketika itu pecah akibat perdebatan
mereka berdua
“kenapa? Kenapa kau sangat peduli padaku, aku bukan
saudaramu dan bahkan aku bukan keluargamu, kenapa?”
“karna kau sahabatku…”
Luqman terdiam menatap serius sahabatnya itu dan sekali lagi
luqman meneteskan air mata
Dengan suara agak keras yang mengagetkan isak tangis luqman
“kenapa kau jadi cengeng seperti ini? Kau itu lelaki, dan kau orang yang kuat
tak sepantasnya kau seperti itu”
Dengan suara yang tersendu-sendu luqman menjawab “aku
takut., aku takut aku tak bisa menyelesaikan masalah ini”
“kau takut karna kau menanggung semua ini sendiri, kenapa
kau sangat keras kepala man..?, “
“aku tidak mau melibatkan orang lain”
“kau malah akan merepotkan orang jika kau diam saja, orang
akan bingung melihat tingkah lakumu itu”
Dengan mengusap air matanya dan sudah mulai tenang luqman
bangkit berdiri di hadapan ali dan merangkulnya seraya berkata “terima kasih
atas semua ini, tapi sudah ku katakan sebelumnya aku sudah tak membutuhkan itu,
sudah ku putuskan aku akan menanggung masalah ini sendiridan dan aku akan ikut
hanyut bersamanya entah itu akan membawaku dalam sebuah kesedihan abadi atau
bahkan kehancuran hidupku sendiri untuk selama-lamanya aku tak peduli, oleh
karena itu ku mohon pulanglah dan jangan temui aku lagi karna itu akan sia-sia”
Ali tercengang mendengar jawaban sahabatnya itu, dan
seketika itu air matanya mengalir membasahi pipinya, dan dia tak bisa berkata
apa-apa. Hingga akhirnya ali mencoba untuk berbicara sambil melepaskan dekapan
lukman “aku tak mengira betapa keras kepalanya kau, apakah kau sudah tak mau
lagi menjalani hidup ini?, kau memang benar kita hanya di beri satu nyawa oleh
tuhan tapi sudah ku katakan tuhan memberikan kita lebih dari satu juta
kesempatan, kenapa kau tak mengerti juga?”
“kenapa kau begitu keras kepala, ali?,
To be continued…