Halaman

Senin, 19 Mei 2014

sendiri

Manusia di lahirkan sebagai makhluk yang tak lepas dari ketergantungan, yang di sebut dengan istilah makhluk sosial.
Hidup manusia tak tentu kadang di atas dan kadang di bawah, namun itu semua adalah proses kehidupan dan manusia tidak bisa mengelak darinya.
Manusia hanya bisa berusaha agar dirinya tidak terjerumus terus menerus ketika mereka berada di bawah, oleh karena itu manusia di berikan tuhan sebuah karunia yang sangat berharga yaitu sebuah akal dan fikiran yang akan membantu manusia melakukan sesuatu dengan baik dan benar.
Tak bisa di pungkiri bahwa manusia adalah makluk yang lemah, dengan begitu satu di antara mereka tidak akan bisa melakukan suatu hal yang hanya bisa di lakukan oleh beberapa orang.
Terkadang hidup ini memang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, hidup kadang menyenangkan kadang menyedihkan bahkan kejam, dan lagi-lagi manusia hanya bisa berharap dan berusaha apa yang bisa ia lakukan, mereka tidak bisa mengubah nasip secara spontan, mereka harus menunggu dan menunggu yang di sertai dengan ikhtiar.
Aku masih ingat cerita itu….
“…..” termenung dalam sepi menjadikannya berbeda dengan dirinya yang sebelumya
“hidup memang tak adil, hidup ini kejam” dalam benaknya hanya memikirkan kejadian itu
“memang hidup ini kejam, tapi itulah realita, dan kita harus bisa menerimanya dengan sikap dewasa”
“kau tak tau apa yang sedang aku hadapi”
“memang aku tak tau apa yang kau hadapi, tapi berputus asa seperti itu bukanlah sebuah solusi”
“aku tau itu, dan aku sudah melakukan semuanya tapi hasilya… tak ada bedanya”
“tapi”
“tidak…!!!”
“bisakah kau diam untuk beberapa waktu?, kepalaku rasa-rasanya ingin pecah menampung semua nasehatamu!!!”
Ya dia memang sedang ingin sendiri merenungi nasip, tapi ada sesuatu yang mendorong temannya untuk terus berusaha membangkitkan semangat hidupnya
Dengan suara lirih dan sopan mulut itu memberikan sebuah cocotan nasehat kepadanya
“aku tidak bisa diam, ketika temanku membutuhkan sebuah dorongan semangat untuk terus berusaha”
“aku bilang cukup” sambil meneteskan airmata yang membelah pipinya, dan ia langsung berpaling dari temannya
“janganlah kau berpaling dariku, kau membutuhkan seorang teman….”
“aku masih ingin sendiri”
“aku akan terus ngoceh, sebelum kau benar-benar merubah sikapmu yang pasif itu!”
“….” Dia hanya terdiam dan tidak memperdulikan perkataan temannya dan langsung melangkah hendak meninggalkan temannya.
Sambil menarik tubuhnya kembali temannya itu berkata “aku berbicara denganmu”
“aku ingin sendiri, jadi tolong pulanglah dan tinggalkan aku disini sendiri aku mohon”
“aku tak bisa meninggalkanmu, kau butuh teman, kau butuh orang untuk membantumu menyelesaikan masalahmu, dan aku bersedia membantumu”
Dengan nada pelan sambil mengusap air mata dia menolaknya “aku berterima kasih atas simpatimu terhadapku, tapi aku tak membutuhkannya”
“jangan berlagak menjadi orang yang kuat, manusia itu makhluk yang lemah kau butuh teman…”
Dengan tatapan yang diarahkan kepada temannya dengan tatapan yang tajam sembari berkata “memang manusia adalah makhluk yang lemah, tapi kadang manusia membutuhkan kesendirian”
“tapi bukan begini caranya…!!, diam saja tidak akan menyelesaikan masalah, kau harus bangkit dan merubah sikapmu itu.. kau harus terus berusaha hingga kau merasakan bahwa kau masih di berikan kehidupan untuk menyelesaikannya!!”
“kita hanya di beri oleh tuhan satu nyawa” ia langsung memalingkan wajahya dan mengalihkan perhatiannya pada bintang-bintang yang bertaburan di langit malam
“ya itu benar, tapi tuhan memberikan kepada kita lebih dari satu juta kesempatan..”
Ia langsung menoleh dan kali ini ekspresi wajahnya serius dan tatapannya tajam
“pulanglah….aku masih ingin sendiri”
“tapi…”
“kumohon…”
Dan dia akhirnya ditinggal sendiri di sebuah bangku dipinggir jalan yang di soroti oleh lampu dari atasnya.
Sunyi malam merasuk dalam pikirannya, dingin angin yang berhembus pelan menusuk tulang, dan kaki basah oleh embun yang tak disadari telah menampakkan dirinya.
Semburat fajar menerangi ufuk timur, lantunan indah dari corong masjid membangunkan orang-orang dari tidurnya untuk bersegera menuju tempat dimana mereka akan bercengkrama dengan tuhannya.
Langkah kaki berderap mendekati dia dari ujung jalan yang masih remang,
“ayo kita pulang” sambil menepuk bahunya dan dengan nada memohon
“kau…?”
“jika kau masih berfikir hidup itu tak adil, maka akan lebih tak adil lagi jika kau memaksakan dirimu untuk diam seperti ini sedangkan batinmu berteriak, memohon padamu untuk terus berusaha, melakukan lebih dari apa yang sudah kau lakukan sebelumnya”
“ja…”
“jangan berlagak kuat, di dunia ini tak hanya kau saja yang mengalami nasib yang sama denganmu, tapi ada ribuan bahkan jutaan orang yang mengalami nasib yang sama denganmu, jadi bertindaklah bijaksana karena batinmu sedang berteriak memohon kepadamu”Sambil menarik tangannya yang dingin seraya mengajaknya untuk kembali
“kau tak mengerti dan tak akan pernah mengerti persoalanku…” sambil menepis tangan temannya itu
“hhh….” Sambil menarik nafas panjang seraya berkata “mungkin aku tak mengerti apa persoalanmu dan mungkin aku tak akan pernah mengerti apa persoalanmu itu, tapi…”
“tapi apa….!?”
Sambil mengarahkan pandangan mata kearahnya dia menjawab “tapi, setidaknya aku bisa merasakan apa yang kau rasakan walaupun hanya sedikit, aku sedih tak rela, ketika batinmu berteriak memohon kepadamu untuk merubah sikapmu, sedangkan kau malah berpaling dan tak mau mendengarnya “
“bagaimana kau tau batinku berteriak..? kau bukan tuhan!!!”
“aku memang bukan tuhan dan aku juga bukan paranormal aku bukan orang indigo dan aku bukan seorang dukun, tapi aku tau karna kau yang memberitahuku, jangan paksakan dirimu hanyut dalam kesedihan karna itu tidak benar dan kau akan hancur karenanya, aku tau kau orang yang kuat dan aku yakin kau akan menemukan jalan keluar, tapi aku yakin bukan seperti itu caranya”
“sudah ku katakan padamu, perkataanmu membuat kepalaku serasa akan pecah, nasehatmu tidak akan menyelesaikan masalah, aku butuh tindakan yang real..”
“apakah sikap diammu itu adalah tindakan real yang kau maksudkan?.., “
Dia diam dengan tatapan kosong, dan meneteskan air mata untuk kedua kalinya
“jika itu yang kau inginkan, menangislah sampai kau tak bisa lagi mengeluarkan air mata hingga kau sadar bahwa yang kau lakukan adalah sebuah kesalahan,” sambil memalingkan wajah darinya dan menatap pancaran cahaya di ufuk timur, temannya berkata “tahukah kau wahai sahabatku….”
Dia kaget mendengar perkataan temannya itu dan merasa ingin mendengarnya
“tahukah kau bahwa kau bukan satu-satunya orang yang mempunyai masalah di dunia ini, dan bukan saatnya lagi kita merenungi masalah kita, tapi sekarang adalah saatnya kita bertindak dan berusaha untuk menyelesaikannya”
“tapi aku tak sanggup…”
“tuhan tidak akan menimpakan sebuah beban yang hambanya sendiri tak mampu memikulnya”
Sinar mentari mulai menampakkan keindahannya, orang-orang mulai berlalu lalang mencari sepucuk barakah yang di bawa oleh para malaikat yang di utus tuhannya untuk memberikan rizki kepada hambanya.
 “lihatlah orang-orang itu, aku yakin mereka memilliki masalah dan aku yakin mereka pernah mengalami masa yang suram dalam hidupnya, tapi mereka tidak pernah menyerah mereka selalu berusaha dan terus berusaha hingga akhirnya mereka menemukan seberkas cahaya dalam kegelapan yang membimbingya menemukan jalan keluar, mereka yakin pasti ada sebuah keajaiban”
“keajaiban tidak akan pernah manjumpaiku”
“keajaiban hanya akan datang kepada mereka yang berusaha mencarinya, maka carilah ia dengan berusaha sekeras mungkin hingga kau dapat menjumpainya”
“aku tidak memercayai hal itu”
“kau boleh saja tidak percaya akan sebuah keajaiban, tapi suatu saat kau pasti akan merasakannya”
Matahari semakin tinggi menampakkan keperkasaannya, pancaran sinar hangatnya membuat tetesan embun tak kuasa menahan dirinya untuk segera menguap dan terbang menjauhi asalnya
Dengan nada yang rendah namun terdengar menekan di sertai dengan langkah meninggalkan temannya dia menepis perkataan itu “aku tidak bisa melakukan hal itu” dan itu merupakan kata-kata terakhir di pagi itu
Dengan tak memalingkan wajah kepada temannya dan tidak memberikan perkataan pamit, dia meninggalkan temannya dan menuju kediamannya.
Dengan rasa kecewa ali, ya… Ali, temannya bernama “ali” juga meninggalkan tempat itu dan ia berkata pada dirinya sendiri ini bukan yang terakhir, aku akan terus berusaha meyakinkannya.
Waktu berlalu, Matahari mulai meninggi, dan orang-orang pun berlindung dari keperkasaannya. Ali berjalan menyusuri jalan di bawah keperkasaan sang surya yang menyengat ubun-ubunnya menuju sebuah komplek perumahan yang kumuh dan kotor, anjing-anjing berkeliaran mencari seonggok daging dan tulang yang di buang oleh tuannya, tak ada tumbuhan yang hidup dengan subur, orang-orang mengandalkan sampah-sampah yang berserakan di berbagai tempat yang kemudian memilihnya dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan perut keluarga mereka. Ya, komplek itu merupakan komplek pembuangan sampah dari warga yang berada jauh dari sana, dari tempat dimana orang-orang dengan mudah mengakses hidupnya.
Luqman namanya, ya dialah orang yang selama ini diam dan frustasi terhadap masalah yang sedang di hadapinya, dan kerumahnyalah tujuan ali datang ke komplek yang kumuh itu
“apa kau masih tidak berubah?” kata ali langsung kepada luqman yang masih terdiam duduk di atas sofa dalam rumahnya tanpa mengucap salam terlebih dahulu
“kenapa kau datang kemari..?”
“sudah ku katakan sebelumnya, aku akan selalu menemanimu karna aku tau kau butuh kehadiran seorang teman” jawab ali
Sunyi sepi rumah luqman ketika itu pecah akibat perdebatan mereka berdua
“kenapa? Kenapa kau sangat peduli padaku, aku bukan saudaramu dan bahkan aku bukan keluargamu, kenapa?”
“karna kau sahabatku…”
Luqman terdiam menatap serius sahabatnya itu dan sekali lagi luqman meneteskan air mata
Dengan suara agak keras yang mengagetkan isak tangis luqman “kenapa kau jadi cengeng seperti ini? Kau itu lelaki, dan kau orang yang kuat tak sepantasnya kau seperti itu”
Dengan suara yang tersendu-sendu luqman menjawab “aku takut., aku takut aku tak bisa menyelesaikan masalah ini”
“kau takut karna kau menanggung semua ini sendiri, kenapa kau sangat keras kepala man..?, “
“aku tidak mau melibatkan orang lain”
“kau malah akan merepotkan orang jika kau diam saja, orang akan bingung melihat tingkah lakumu itu”
Dengan mengusap air matanya dan sudah mulai tenang luqman bangkit berdiri di hadapan ali dan merangkulnya seraya berkata “terima kasih atas semua ini, tapi sudah ku katakan sebelumnya aku sudah tak membutuhkan itu, sudah ku putuskan aku akan menanggung masalah ini sendiridan dan aku akan ikut hanyut bersamanya entah itu akan membawaku dalam sebuah kesedihan abadi atau bahkan kehancuran hidupku sendiri untuk selama-lamanya aku tak peduli, oleh karena itu ku mohon pulanglah dan jangan temui aku lagi karna itu akan sia-sia”
Ali tercengang mendengar jawaban sahabatnya itu, dan seketika itu air matanya mengalir membasahi pipinya, dan dia tak bisa berkata apa-apa. Hingga akhirnya ali mencoba untuk berbicara sambil melepaskan dekapan lukman “aku tak mengira betapa keras kepalanya kau, apakah kau sudah tak mau lagi menjalani hidup ini?, kau memang benar kita hanya di beri satu nyawa oleh tuhan tapi sudah ku katakan tuhan memberikan kita lebih dari satu juta kesempatan, kenapa kau tak mengerti juga?”
“kenapa kau begitu keras kepala, ali?,
To be continued…


0 komentar: